Ketika mendidik anak berusia antara sembilan dan dua belas tahun di rumah, ada banyak tekanan dari teman sebaya. Ingatlah bahwa tidak semua anak mengalami tekanan untuk bersama dan menyukai teman sebayanya, sambil menjauhkan diri dari orang tuanya. Anak-anak praremaja ini masih membutuhkan banyak perhatian, kontak mata, penguatan dan pujian positif, komunikasi pribadi, dan interaksi yang baik dengan orang tuanya. Percaya atau tidak, anak-anak di usia ini masih senang dibacakan. Tetap mempunyai sikap positif terhadap pembelajaran; fokus untuk membuat pembelajaran menjadi menarik dan memikat. Pastikan Anda menggunakan kritik konstruktif yang positif dengan tekanan akademis sesedikit mungkin. Fokus pada penyediaan lingkungan belajar yang aman dan tenteram yang mendorong cinta, penerimaan, dan kepastian. Hal ini pada waktunya akan meningkatkan perasaan harga diri mereka dan membantu mereka memahami di mana letak nilai-nilai mereka.
Pada usia muda ini hormon, emosi campur aduk, perubahan perasaan, perencanaan kelompok dalam kurikulum disarankan. Anak praremaja lebih menyukai pembelajaran keterampilan yang memiliki alasan atau tujuan dalam kehidupan nyata. Misalnya, daripada menawarkan pekerjaan yang sibuk di bidang seni bahasa, mintalah anak Anda untuk menulis surat kepada perusahaan manufaktur sehubungan dengan produk rumah tangga yang cacat untuk Anda. Hal ini tidak hanya akan membuat anak merasa penting tetapi tugas belajarnya akan menjadi keterampilan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan nyata. Saat belajar matematika, gunakan contoh kehidupan nyata dengan uang dan penganggaran, bahkan mungkin menyeimbangkan buku cek. Gunakan grafik dan bagan untuk menetapkan tujuan dengan uang yang diperoleh dan tabungan. Membaca tentang sains dari buku teks adalah salah satu cara untuk mempelajari subjek tersebut, namun melakukan eksperimen atau mengidentifikasi spesimen di alam jauh lebih menarik. Pekerjaan sehari-hari dan mingguan diperlukan untuk mempelajari tanggung jawab dan akuntabilitas sebagai bagian integral dari keluarga.
Ingatlah untuk selalu mencontohkan apa yang ingin Anda ajarkan. Pelajari topik baru bersama. Membedah belalang untuk ilmu pengetahuan, mengerjakan anggaran keluarga bersama, dll. Homeschooling memungkinkan orang tua merancang kurikulum yang bermanfaat bagi anak-anaknya. Cari tahu di mana kekuatan dan kelemahan anak praremaja Anda dan rencanakan kurikulum Anda berdasarkan hal itu.
Homeschooling dan Sosialisasi:
Ketika orang tua berbicara tentang menyekolahkan anak mereka di rumah, kekhawatiran paling umum adalah mengenai sosialisasi. Para orang tua khawatir anak-anak mereka tidak akan belajar bagaimana beradaptasi dengan situasi sosial. Kecuali jika orang tua yang melakukan homeschooling memutuskan untuk mengisolasi anak-anak mereka sepenuhnya dari dunia luar, hal ini tidak mungkin. Faktanya, anak-anak yang bersekolah di rumah memiliki lebih banyak interaksi dengan orang-orang dari segala usia, bukan hanya kelompok usia mereka saja. Rata-rata anak yang bersekolah di rumah mengikuti lebih banyak karyawisata pendidikan sepanjang tahun dibandingkan anak yang tidak bersekolah di rumah. Selain itu, anak-anak yang bersekolah di rumah memiliki lebih banyak kesempatan untuk melakukan kegiatan sepulang sekolah, seperti pelajaran musik, olahraga, dan hobi.
Anak-anak yang bersekolah di rumah merasa sama nyamannya dengan anak-anak yang lebih kecil, teman sebaya, dan orang dewasa dari segala usia. Anak-anak yang bersekolah di rumah sehari-harinya mempunyai interaksi sosial dengan keluarga, lingkungan sekitar, dan masyarakat. Oleh karena itu, penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang bersekolah di rumah memiliki harga diri yang lebih tinggi. Anak-anak yang bersekolah tidak mengalami situasi dunia nyata, sedangkan anak-anak yang bersekolah di rumah pasti lebih siap menghadapi dunia nyata.
Jenis sosialisasi yang dialami di sekolah seringkali bersifat negatif. Lingkungan sekolah yang besar menampung konformitas, ejekan, intimidasi, perilaku menantang, kontes popularitas, dan kompetisi. Tidak heran anak-anak yang bersekolah di rumah memiliki harga diri yang lebih tinggi; anak-anak di rumah belajar kebaikan, kesabaran, berbagi, menghormati, dan pengertian. Anak-anak yang bersekolah di rumah ini tidak terkena pengaruh teman sebaya yang menumbuhkan ketergantungan teman sebaya. Anak-anak yang bergantung pada teman sebaya menunjukkan berkurangnya sosialisasi positif, seperti harga diri, kepercayaan diri, rasa hormat terhadap orang tua, dan kepercayaan pada teman sebaya. Meskipun anak-anak yang bersekolah di rumah mungkin bermain dengan anak-anak lain di lingkungan sekitar dan mengalami ketergantungan teman sebaya, moral dan nilai-nilai yang kuat diajarkan di rumah yang mengesampingkan pengalaman negatif ini.
Anak-anak yang bersekolah di rumah belajar mendengarkan naluri mereka sendiri dan membiarkan naluri tersebut membimbing mereka untuk mengambil keputusan sendiri. Menyesuaikan diri dengan kelompok sosial sebaya yang tidak menghargai individualitas tidak menumbuhkan pemikiran mandiri, yang diperlukan untuk kehidupan yang sukses.